Merdeka Hijriah
Mungkin tidak semua memperhatikan, hari kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945 bertepatan pada tanggal 9 Ramadhan 1364H (Ahmed Fikreatif, 2013). Bukan hanya tentang kemerdekaan, perhatian pada penanggalan hijriah juga harusnya menjadi tradisi Islam pada umumnya, dan aktivis muslim khususnya. Selain sebagai bentuk apresiasi kepada para ilmuwan muslim bidang astronomi, penggunaan penanggalan hijriah dalam membahas sejarah sebagai aspek waktu juga akan memberikan perbedaan persepsi sejarah.
Sebagai contoh ketika membahas detik-detik proklamasi kemerdekaan. Secara umum, 16 Agustus 1945 adanya peristiwa penculikan Soekarno-Hatta yang dikenal sebagai “Peristiwa Rengasdengklok”. Apa yang terbayang ketika disebut sebagai peristiwa “penculikan” ? Dengan memahami bahwa peristiwa itu terjadi pada bulan Ramadhan dalam perspektif penanggalan hijriah, tentu sulit membayangkan “penculikan” oleh pemuda itu terjadi sebagaimana penculikan apa adanya.
“Apa iya maksudnya sahur bareng antara kelompok tua dan muda sambil melobi percepatan proklamasi?” pertanyaan wajar yang muncul, referensi umum menyebut terjadinya peristiwa itu pada 3 pagi.
Tentu tulisan diatas hanya sebatas contoh, ada beda persepsi ketika membahas sejarah menggunakan penanggalan masehi atau hijriah pada aspek waktunya. Sementara pada penanggalan masehi yang sarat budaya pagan (Vivin Indriani, 2021), penanggalan Hijriah lebih akurat dan konsisten. Banyak referensi umum tentang keunggulan penanggalan hijriah yang dapat ditelusuri, sehingga tidak hanya sebagai formalitas administrasi organisasi keislaman saja.
Anugrah kemerdekaan bagi bangsa tercinta pada hari jumat di bulan suci ramadhan, tentu berbeda nilai pemaknaannya ketika dibatasi pada tajuk proklamasi 17 Agustus 1945. Tidak hanya sekadar merdeka pada tema bahasannya, merayakan kemerdekaan pada bulan suci juga menunjukkan kemerdekaan atas hegemoni penanggalan masehi.
Peringatan ulangtahun atau milad misalnya, baik pribadi atau organisasi masih mengacu pada penanggalan masehi yang harusnya seesuai dengan perhitungan kalender hijriah. Ini menunjukkan, rendahnya kesadadan untuk melestarikan peringatan hari penting menggunakan perhitungan kalender hijriah.
Sementara ini, belum ada bentuk penyadaran khusus yang digagas untuk melestarikan penggunaan kalender Hijriah.
Maka memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang urgensi kalender hijriah bagi ummat muslim sebagai acuan penanggalan dan perbedaannya pada penanggalan masehi menjadi penting dan dapat dimulai dari pribadi masing-masing.
Bentuk penyadaran ini, adalah langkah menuju kemerdekaan yang sebenarnya, terbebas dari terbatasnya wawasan demi peradaban masa depan. Peradaban yang generasinya melestarikan tradisi keislaman, dan bangga dengan para ilmuwan muslimnya yang berkontribusi besar bagi ummat dan dunia.
Tarakan, 16 Ramadhan 1442H / 26 April 2021